oleh Richard Ghani*
Pemerintah pengelola negara seharusnya bukan merupakan petugas partai. Seorang kader partai yang sekaligus pejabat pemerintahan dalam kurun waktu bersamaan akan terjebak diantara yin dan yang, antara positif dan negatif antara panas dan dingin, demam.
Setiap tindak perbuatan dinilai dari niatnya. Sedangkan niat adanya tersembunyi di dalam hati. Namun yang tampak mewakili sesuatu yang tersembunyi.
Akar pohon yang sehat menyebar luas dan dalam menghujam ke bumi akan menumbuhkan batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah yang bagus. Akar yang kerdil dan busuk menjadikan pohon merana. Pohon yang terlihat adalah mewakili akar yang tersembunyi.
Dalam dunia peradilan dikenal mens rea yaitu sikap batin pelaku atau niatnya pada saat melakukan kejahatan. Mens rea ini akan dikejar untuk dicari tahu, yang akan menjadi pertimbangan penting untuk menentukan keputusan peradilan yang bijaksana.
Sama-sama kita melihat bagi-bagi jabatan pemerintahan ke partai politik. Apa niat kader partai politik berbondong-bondong mengisi jabatan elit pemerintahan, baik itu kementerian dan lembaga negara lainnya?
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berkata Presiden RI Joko Widodo adalah petugas Partai PDIP. Partai-partai lainnya banyak menempatkan kader-kader mereka sebagai pejabat elit di pemerintahan dan lembaga, namun tidak secara eksplisit menyatakan kader pejabat itu merupakan petugas partai mereka.
Petugas partai berarti seorang yang sedang bertugas untuk partainya. Ada berbagai macam keperluan partai yang merupakan suatu organisasi. Sedangkan pejabat pemerintah adalah petugas yang bertugas murni untuk negara dan kepentingan seluruh rakyat.
Partai tentu menjawab “Sama”, karena bertugas untuk partai politik juga sama artinya bertugas untuk negara dan seluruh rakyat, sebab partai politik adalah elemen pembentuk pemerintahan agar negara tetap tegak untuk menyejahterakan rakyatnya. Pemerintah dan parpol bertujuan sama namun beda fungsi, untuk menciptakan kesetimbangan seperti yin dan yang. Jika tidak setimbang maka akan limbung dan tumbang.
Pemerintah pengelola negara seharusnya bukan merupakan petugas partai. Seorang kader partai yang sekaligus pejabat pemerintahan dalam kurun waktu bersamaan akan terjebak diantara yin dan yang, antara positif dan negatif antara panas dan dingin, demam. Akhirnya terlihat plinplan, seperti bingung, tidak tegas dan berujung tidak bijak. Apa yang terlihat mewakili yang tidak terlihat, kebingungan yang terlihat itu mewakili ada ketidaksesuaian yang tersembunyi.
Partai politik mestinya menyatakan setiap kadernya yang menjadi pejabat pemerintah selama menjabat akan keluar dari partai. Benar-benar di luar struktur partai dan organisasi. Jika ada kebijakan partai sepertinya ini bisa jadi akan disambut hangat masyarakat luas. Dengan begitu totalitas profesionalisme pejabat dapat diberikan semua untuk mengelola negara.
Sumber daya alam melimpah, air, tanah yang subur dan mengandung berbagai mineral. Sumber daya manusia juga melimpah untuk bekerja mengelola semua berkah itu. Namun sepertinya sangat sukar mewujudkan rakyat Indonesia makin meningkat kesejahteraannya dari hari ke hari.
Kita tidak tahu niat sebenarnya petugas partai yang sekaligus menjabat di pemerintahan, karena tersembunyi. Namun apa yang tampak mewakili yang tersembunyi. Ketidaksejahteraan yang terlihat mewakili adanya ketidakberesan yang tersembunyi.
*Pemikiran santri anak bangsa