Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Nurul Ikhsan
ASIASATU.com, Mojokerto – Tokoh intelijen KH As’ad Said Ali dalam kunjungan silaturahminya di Jawa Timur mengatakan ia sangat menikmati pemandangan indah dan menawan hati di suatu lembah yang terhampar di kaki Gunung Arjuna, Mojokerto. Menjulangnya gunung Arjuna menjadi saksi lahir dan jayanya kerajaan Majapahit yang pernah dipimpin oleh 13 orang raja.
Pasukan Kertanegara dibawah pimpinan Raden Wijaya dan Aria Wiraraja yang saat itu menjabat Bupati Madura berhasil mengusir pasukan Kerajaan Mongol. yang ketika itu merupakan super power dunia yang berpusat di Mongolia.
Mongolia dengan pahlawannya yang terkenal Hulagu menaklukkan tetangganya Cina, Rusia, seluruh Eropa kecuali Inggris, dan khilafah Abasiah di Baghdad.
Kekaisaran Mongol sendiri mencapai puncak kejayaannya ketika diperintah oleh Kubilai Khan (1260-1294). Kubilai Khan bahkan telah membangun reputasi sebagai penakluk hebat sejak sebelum naik takhta menjadi kaisar.
Di bawah kekuasaan Genghis Khan dan keturunannya, Kekaisaran Mongol mampu berkembang pesat dalam waktu cukup singkat. Awal pemerintahannya telah dipenuhi dengan ekspedisi penaklukan wilayah ke segala arah, dimulai dari Dinasti Xia Barat di China bagian utara dan Kerajaan Khawarizmi di Persia.
Mongol yang terdiri dari penunggang kuda dan pemanah pun terbukti tidak terbendung di wilayah lainnya. Mereka berhasil mengalahkan pasukan Iran, Rusia, Eropa Timur, China, dan beberapa negeri lainnya.
Bermula dari Mongolia di Asia Timur, kekuasaan kekaisaran ini akhirnya membentang hingga Eropa Timur dan sebagian Eropa Tengah ke Laut Jepang, Arktik, anak Benua India, Asia Tenggara Daratan, dataran tinggi Iran, Levant, Pegunungan Carpathia dan ke perbatasan Eropa Utara.
KH As’ad Said Ali menceritakan, Gunung Arjuna juga menjadi saksi hancurnya Majapahit yang wilayah kekuasaannya ketika itu meliputi seluruh Asia Tenggara dan Australia.
“Mojopahit hancur karena perebutan kekuasaan internal, bukan diserbu pasukan dari luar. Hal ini menjadi pelajaran bahwa Indonesia bisa saja hancur dari dalam sebagai akibat dari konflik internal,” tutur mantan Wakil Kepala BIN, saat sedang menikmati pemandangan lembah di kaki gunung Arjuna, Jumat (15/9/2023).
Dia berharap, saatnya bangsa besar ini mengambil pelajaran dari runtuhnya Majapahit sembari meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi pesta Demokrasi tahun 2024 berupa Pilpres dan Pileg.
“Agar tidak berubah menjadi konflik atau perang saudara, mestinya pesta Demokrasi kedua even nasional tersebut bisa menjadi pesta rakyat yang bersejarah dalam rangka menyongsong lahirnya super power Indonesia penerus Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Insya Allah. Kita adalah bangsa besar,” tandasnya.