Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Nurul Ikhsan
ASIASATU.com, Jakarta – Di era kompoter yang serba digital di mana hubungan sosial antar manusia sudah semakin mengglobal tanpa sekat sering menimbulkan konflik sosial, dan terjadi persoalan. Menurut KH As’ad Said Ali, dimana Adab OK tetapi akhlaknya KO. Idealnya mereka yang beradab baik semestinya berakhlak baik. Maka relevansi adab dan akhlak sangatlah penting di era digital saat ini.
Dampak dari merosotnya adab dan akhlak banyak pejabat tinggi dengan gelar yang mentereng kecebur dalam praktek korupsi dan anaknya yang juga pinter akhlaknya bejat – kumpul kebo dengan teman kuliahnya.
“Saya mempunyai kebiasaan yang menurut sejumlah teman-teman sejawat dan anak buah ketika masih menjabat sebagai Waka-BIN dianggap aneh,” kata As’ad Said Ali, Selasa, (10/10/2023).
Ia menceritakan, setiap membawa buku selalu membawanya setinggi dada, bukan dibawa sambil melenggang seperti berjalan biasa dengan tangan mengayun setinggi pantat. Menurutnya, kebiasaan ini sudah mulai sejak kecil ketika menjadi santri di madrasah ibtidaiyah Al Huda (Maarif NU-Golan Tepus, Kudus) sebagai tatacara atau disiplin membawa Al-qur’an dan kitab kitab lainnya.
Di pesantren dan madrasah diajarkan adab dan akhlak sekaligus. Adab merupakan moralitas yang merujuk pada ilmu pengetahuan. Sedangkan akhlak moralitas yang merujuk pada agama.
“Alhamdulillah sejak di ibtidaiyah saya mendapatkan bimbingan dan pelajaran akhlak, antara lain dari kitab yang disusun dalam bentuk syair dalam bahasa Jawa sehingga mudah diingat dan sering dilantunkan secara bersama atau sendirian,” kata dia.
Kitab tersebut adalah Jawahirul Adab Fi Khuluq Attullab, karangan Kyai Nawawi, Kajen-Bulumanis Pati yang juga paman almarhum Sahal Mahfudz, dalam bahasa Arab yang dikemudian diterjemahkan kedalam bahasa Jawa oleh Kyai Muhammad Zubairy Ibnu Zein, Paras, Muncar, bait syair pertamanya masih hafal…. حمدا لمن علمنا خير الادب dan seterusnya.